TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap empat orang yang terlibat dalam sindikat penyelundup barang ilegal asal Cina. Jutaan barang seperti kosmetik ilegal dan suku cadang ilegal yang disita polisi itu dari sindikat yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 6,4 triliun.
"Kelompok ini sudah beraksi 8 tahun, ada juga yang baru satu tahun," kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Agustus 2019.
Gatot menjelaskan modus operandi para pelaku menyusupkan barang ke Indonesia agar terhindar dari pajak. Pertama, sindikat ini memesan barang dari Cina untuk dikirimkan ke Pelabuhan Pasir Gudang Johor, Malaysia melalui jalur laut. Dari sana, barang ilegal itu selanjutnya diangkut menggunakan truk untuk masuk ke Indonesia melalui jalur Kalimantan Barat.
"Dari Kalimantan Barat lalu dibawa menggunakan jalur laut ke Pelabuhan Marunda, Kabupaten Bekasi" kata Gatot.
Dari pengakuan keempat tersangka, barang ilegal itu rencananya akan didistribusikan ke Pasar Asemka di Jakarta Utara, Jawa Barat, Sulawesi, dan Jawa Tengah. Namun belum sempat para pelaku menyebarkannya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya keburu menciduknya.
Dalam penangkapan ini, polisi menangkap empat orang, yakni PL, 63 tahun, H (30), EK (44) yang sudah beraksi selama delapan tahun, dan tersangka AH (40) yang baru beraksi 1 tahun dan berkewarganegaraan Cina.
Untuk barang bukti, polisi menyita 1.024.193 kosmetik dan obat-obatan, 4.350 bungkus bahan pangan, 774.036 suku cadang kendaraan, 48.641 barang elektronik dan 8 unit truk. Dari pengakuan tersangka, Gatot mengatakan dalam satu kali penyelundupan nilai barangnya adalah Rp 17 miliar.
"Kalau dia masukin 4 kali dalam sebulan itu bisa capai Rp 68 miliar, kalau kami kalikan setahun itu bisa Rp 818 miliar, kalau 8 tahun ada berapa, Rp 6,4 triliun," kata Gatot.
Kini, keempat tersangka masih mendekap di tahanan Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Para tersangka penyelundup kosmetik ilegal itu terancam dijerat Pasal 197 tentang kesehatan, Pasal 140 tentang pangan, Pasal 104 tentang perdagangan dan Pasal 62 tentang perlindungan konsumen.